Minggu, 11 Januari 2009
Vivere di Majalah Exposure
Edisi Januari 2009, foto-foto Vivere-Dare to Live dimuat di majalah Exposure. Untuk download PDF silakan berkunjung disini
Terima kasih untuk kawan-kawan redaksi Exposure
Selasa, 18 November 2008
"Vivere" di Jurnas Minggu
Rabu, 05 November 2008
"Vivere" di Media
Wahyoe Boediwardhana , The Jakarta Post , Malang | Wed, 11/05/2008 10:34 AM | East Java
In the more than two years since the ongoing Sidoarjo mudflow disaster first hit, displacing thousands of villagers, it has remained a reality never fully spoken about in the public space.
But in contrast to most media portrayals, which show the horrible side of the disaster, a solo photo exhibition by freelance photographer Mamuk Ismuntoro is displaying its human face.
In the exhibition at the Malang Meeting Point, which gathers 26 photos taken on different occasions over the past two years under the title "Dare to Live", Mamuk seeks to catalogue people's grief from their initial displacement until the protracted suspension of compensation payments by PT Lapindo Brantas Inc.
selengkapnya: Disini
Minggu, 02 November 2008
Pembukaan Pameran
Kawan-kawan komunitas foto dan kampus serta undangan mulai berdatangan sejak pukul 15.40. Hubert Januar dan Josua dari Surabaya malah sudah mampir sejak pukul 15.00 usai menghadiri perhelatan Salon Foto Indonesia, di Batu, Malang.
Ng Swan Ti (mamipo) lantas membuka pameran dan diikuti para undangan menuju ruang galeri. Ruang “mini galeri” (sebutan galeri mamipo oleh kurator Deny Salman) terasa penuh saat undangan mulai masuk. “Sedikit tidak nyaman memang saat pembukaan pameran.Jika belum puas bisa datang lagi kapan saja. Galeri dibuka mulai pukul 10.00 – 22.00 wib”, kata Mamuk, fotografer.
Di luar komunitas foto dan mahasiswa, beberapa tokoh foto Malang dan Yogja juga menyempatkan hadir. Agus Leonardus, Paul I Zacharia, dan Pak Kadir dari Malang Photo Club terlihat berbincang di ruang pameran.
Lendy Widayana dan Peter Wang dari IndonesiaDiscovery juga asik dengan kamera poket masing-masing di tengah pembukaan. Sementara rombongan siswa Indonesia School of Photography berbaur dengan kawan-kawan JUFOC dan Himmarfi – AWS.
“Lega rasanya acara sudah dibuka”, celutuk Swan Ti kepada Mamuk dan Deny.Terima kasih kepada semua kawan dan kolega. Semoga pameran perdana tunggal, di tempat perdana mamipo oleh kurator muda Deny Salman menjadi inspirasi bagi kelangsungan aktivitas ruang cipta dan dialog di Jawa Timur.
Keo Budiharianto, Agus Leonardus, Edy Purnomo dan Peter Wang.
(searah jarum jam)
foto: Boby Matanesia
Senin, 27 Oktober 2008
Simulasi
Hujan yang mengguyur Malang sejak siang membatalkan rencana untuk mencetak foto simulasi di lab. Maka printer di ujung ruang perpustakaan mamipo menjadi pilihan bijak untuk mencetak foto simulasi.
Materi foto diprint kecil, lalu ditempel pada dinding untuk mengatur ritme pasangan foto yang akan ditata nanti. “Aku menginginkan mood yang tepat pada setiap jeda pasangan foto. Ini memberi ruang kepada pemirsa untuk menafsir dan “berdialog” namun tetap terjaga dalam konten fotonya”, tutur Deny.
Di tengah persiapan materi foto pameran, Boby, fotografer yang juga desainer grafis pameran sibuk menyiapkan desain banner pameran. Usai menata simulasi foto, sorenya kami “makan siang” di kedai rawon langganan Swan Ti. Entah, karena terlalu bersemangat atau karena daging rawon, tiba-tiba Deny mengeluh lambungnya sakit dan balik ke tempat pameran ditemani Boby.
“Rasanya aku masuk angin nih”, kata Deny. Lalu segelas air putih hangat menjadi terapi pribadi yang lumayan manjur.
Selasa, 21 Oktober 2008
Catatan Mamipo
oleh :*Ng Swan Ti
Beberapa tahun lalu, saya mengenal Mamuk dengan cara yang lazim terjadi diantara para fotografer. Lebih dahulu mengenal karyanya daripada orangnya. Foto-fotonya saya lihat di majalah terbitan Jawa Timur, yang saya temukan secara tidak sengaja di restoran ‘Oen’ Malang. Konten yang Jatim banget, dan foto-foto yang berbeda mengingatkan pada majalah di Ibukota dimana saya pernah menjadi kontributornya.
Perkenalan secara tatap muka baru terjadi ketika ia melakukan perjalanan ke Jakarta. Sejak pertemuan pertama hingga tiap kali kami bertemu, perbincangan tidak jauh dari bidang yang kami cintai, fotografi termasuk para pelakunya. Dengan suara pelan dan logat Jawa Timur yang kental, ia akan bercerita apa yang sedang terjadi. Bersama ‘duet mautnya’, Boby, ia memberikan workshop di kampus-kampus di wilayah Jawa Timur. Disela-sela kesibukan bekerja dan mengajar, ia masih bersedia mengikuti workshop untuk menambah kemampuan fotografinya.
Pilihannya untuk menetap di Surabaya walaupun ada kesempatan untuk hijrah ke Ibukota, dan kesetiaannya melakukan ‘perjuangan’ di wilayah Jawa Timur membuat ia istimewa. Tanpa ragu saya memilihnya untuk menjadi pembuka aktivitas ruang cipta dan dialog di Malang Meeting Point (mamipo). Semoga cerita visual tentang Lapindo yang ia sampaikan lewat pameran foto “Vivere-Dare To Live” dapat menjadi ‘reminder’ bagi kita untuk setia kepada semangat peduli dan berbagi- cerita, pengalaman dan keahlian.
Jakarta, Oktober 2008
*Penulis adalah direktur Malang Meeting Point (mamipo)
Selasa, 14 Oktober 2008
Dare To Live
"Vivere - Dare to Live"
1-30 November 2008
Malang Meeting Point (Mamipo)
Jl.Kediri no 4 Malang
Sebanyak 26 foto pilihan oleh kurator Ahmad "Deny" Salman mewakili irisan tipis sudut pandang saya atas peristiwa besar ini. Di luar inspirasi lumpur panas, pameran ini sejatinya juga hadir dengan semangat "tumbuh bersama" penggemar fotojurnalistik di Jawa Timur. Semangat "abdi dalem" barangkali juga hadir sejak embrio pameran ini digagas bersama rekan Swan Ti.
"Mamipo ( Malang Meeting Point ) harapannya menjadi oase bagi semua orang yang punya semangat untuk berkarya dan berbagi, dalam bidang apapun". Fotografi adalah bagian dari ajang tumbuh bersama disini", tutur Swan Ti suatu hari.
Maka, terima kasih untuk semua kawan yang telah terlibat baik dalam ide, kerja dan harapan.
~mamuk ismuntoro~