
Edisi Januari 2009, foto-foto Vivere-Dare to Live dimuat di majalah Exposure. Untuk download PDF silakan berkunjung disini
Terima kasih untuk kawan-kawan redaksi Exposure
Pameran Foto Mamuk Ismuntoro:: Malang Meeting Point,1-30 November 2008
Ng Swan Ti (mamipo) lantas membuka pameran dan diikuti para undangan menuju ruang galeri. Ruang “mini galeri” (sebutan galeri mamipo oleh kurator Deny Salman) terasa penuh saat undangan mulai masuk. “Sedikit tidak nyaman memang saat pembukaan pameran.Jika belum puas bisa datang lagi kapan saja. Galeri dibuka mulai pukul 10.00 – 22.00 wib”, kata Mamuk, fotografer.
Di luar komunitas foto dan mahasiswa, beberapa tokoh foto Malang dan Yogja juga menyempatkan hadir. Agus Leonardus, Paul I Zacharia, dan Pak Kadir dari Malang Photo Club terlihat berbincang di ruang pameran.
Lendy Widayana dan Peter Wang dari IndonesiaDiscovery juga asik dengan kamera poket masing-masing di tengah pembukaan. Sementara rombongan siswa Indonesia School of Photography berbaur dengan kawan-kawan JUFOC dan Himmarfi – AWS.
Hujan yang mengguyur Malang sejak siang membatalkan rencana untuk mencetak foto simulasi di lab. Maka printer di ujung ruang perpustakaan mamipo menjadi pilihan bijak untuk mencetak foto simulasi.
Di tengah persiapan materi foto pameran, Boby, fotografer yang juga desainer grafis pameran sibuk menyiapkan desain banner pameran. Usai menata simulasi foto, sorenya kami “makan siang” di kedai rawon langganan Swan Ti. Entah, karena terlalu bersemangat atau karena daging rawon, tiba-tiba Deny mengeluh lambungnya sakit dan balik ke tempat pameran ditemani Boby.
“Rasanya aku masuk angin nih”, kata Deny. Lalu segelas air putih hangat menjadi terapi pribadi yang lumayan manjur.
oleh :*Ng Swan Ti
Beberapa tahun lalu, saya mengenal Mamuk dengan cara yang lazim terjadi diantara para fotografer. Lebih dahulu mengenal karyanya daripada orangnya. Foto-fotonya saya lihat di majalah terbitan Jawa Timur, yang saya temukan secara tidak sengaja di restoran ‘Oen’ Malang. Konten yang Jatim banget, dan foto-foto yang berbeda mengingatkan pada majalah di Ibukota dimana saya pernah menjadi kontributornya.
Perkenalan secara tatap muka baru terjadi ketika ia melakukan perjalanan ke Jakarta. Sejak pertemuan pertama hingga tiap kali kami bertemu, perbincangan tidak jauh dari bidang yang kami cintai, fotografi termasuk para pelakunya. Dengan suara pelan dan logat Jawa Timur yang kental, ia akan bercerita apa yang sedang terjadi. Bersama ‘duet mautnya’, Boby, ia memberikan workshop di kampus-kampus di wilayah Jawa Timur. Disela-sela kesibukan bekerja dan mengajar, ia masih bersedia mengikuti workshop untuk menambah kemampuan fotografinya.
Pilihannya untuk menetap di Surabaya walaupun ada kesempatan untuk hijrah ke Ibukota, dan kesetiaannya melakukan ‘perjuangan’ di wilayah Jawa Timur membuat ia istimewa. Tanpa ragu saya memilihnya untuk menjadi pembuka aktivitas ruang cipta dan dialog di Malang Meeting Point (mamipo). Semoga cerita visual tentang Lapindo yang ia sampaikan lewat pameran foto “Vivere-Dare To Live” dapat menjadi ‘reminder’ bagi kita untuk setia kepada semangat peduli dan berbagi- cerita, pengalaman dan keahlian.
Jakarta, Oktober 2008
*Penulis adalah direktur Malang Meeting Point (mamipo)
Akankah Porong masih tercantum pada peta Indonesia lima tahun lagi?Pewarta foto Mamuk Ismuntoro mencoba menghamparkan data-data visualnya pada kita. Sebentuk data yang memiliki roh, yang berjiwa. Semuanya disajikannya pada kita untuk mencoba menggugah betapa sangat seriusnya persoalan penghancuran lingkungan yang disinyalir terjadi karena kealpaan manusia. Suatu tangung jawab yang dalam jalan apapun selalu harus ditanggung secara ksatria oleh sang penghancur bumi dan para kerabat-kerabatnya demi eksistensi dan pelestarian planet bumi untuk para generasi mendatang.
"Foto-foto tersebut memperlihatkan kekuatan dan kerendahan
hati, menggambarkan penderitaan dan ketabahan orang-orang di Porong.
Diperlukan jiwa yang lembut dan mata yang berbakat untuk melihat situasi yang tidak secara nyata terlihat di sekitar kita dan Mamuk telah melakukan hal itu dalam seleksi foto-foto Porong"
~Sinartus Sosrodjojo~
Kepala Divisi Art & Foto Media Indonesia