Senin, 27 Oktober 2008

Simulasi

Kurang dari seminggu lagi pembukaan pameran digelar. Beberapa persiapan seperti cetak foto dan publikasi sudah rampung. Minggu siang (26/10) Mamuk (fotografer), Deny (kurator) dan Swan ti, mamipo, merencanakan simulasi tata letak foto pameran.

Hujan yang mengguyur Malang sejak siang membatalkan rencana untuk mencetak foto simulasi di lab. Maka printer di ujung ruang perpustakaan mamipo menjadi pilihan bijak untuk mencetak foto simulasi.


Materi foto diprint kecil, lalu ditempel pada dinding untuk mengatur ritme pasangan foto yang akan ditata nanti. “Aku menginginkan mood yang tepat pada setiap jeda pasangan foto. Ini memberi ruang kepada pemirsa untuk menafsir dan “berdialog” namun tetap terjaga dalam konten fotonya”, tutur Deny.

Di tengah persiapan materi foto pameran, Boby, fotografer yang juga desainer grafis pameran sibuk menyiapkan desain banner pameran. Usai menata simulasi foto, sorenya kami “makan siang” di kedai rawon langganan Swan Ti. Entah, karena terlalu bersemangat atau karena daging rawon, tiba-tiba Deny mengeluh lambungnya sakit dan balik ke tempat pameran ditemani Boby.

“Rasanya aku masuk angin nih”, kata Deny. Lalu segelas air putih hangat menjadi terapi pribadi yang lumayan manjur.


Selasa, 21 Oktober 2008

Catatan Mamipo

oleh :*Ng Swan Ti

Beberapa tahun lalu, saya mengenal Mamuk dengan cara yang lazim terjadi diantara para fotografer. Lebih dahulu mengenal karyanya daripada orangnya. Foto-fotonya saya lihat di majalah terbitan Jawa Timur, yang saya temukan secara tidak sengaja di restoran ‘Oen’ Malang. Konten yang Jatim banget, dan foto-foto yang berbeda mengingatkan pada majalah di Ibukota dimana saya pernah menjadi kontributornya.

Perkenalan secara tatap muka baru terjadi ketika ia melakukan perjalanan ke Jakarta. Sejak pertemuan pertama hingga tiap kali kami bertemu, perbincangan tidak jauh dari bidang yang kami cintai, fotografi termasuk para pelakunya. Dengan suara pelan dan logat Jawa Timur yang kental, ia akan bercerita apa yang sedang terjadi. Bersama ‘duet mautnya’, Boby, ia memberikan workshop di kampus-kampus di wilayah Jawa Timur. Disela-sela kesibukan bekerja dan mengajar, ia masih bersedia mengikuti workshop untuk menambah kemampuan fotografinya.

Pilihannya untuk menetap di Surabaya walaupun ada kesempatan untuk hijrah ke Ibukota, dan kesetiaannya melakukan ‘perjuangan’ di wilayah Jawa Timur membuat ia istimewa. Tanpa ragu saya memilihnya untuk menjadi pembuka aktivitas ruang cipta dan dialog di Malang Meeting Point (mamipo). Semoga cerita visual tentang Lapindo yang ia sampaikan lewat pameran foto “Vivere-Dare To Live” dapat menjadi ‘reminder’ bagi kita untuk setia kepada semangat peduli dan berbagi- cerita, pengalaman dan keahlian.

Jakarta, Oktober 2008


*Penulis adalah direktur Malang Meeting Point (mamipo)

Selasa, 14 Oktober 2008

Dare To Live


Pameran Foto
"Vivere - Dare to Live"
1-30 November 2008
Malang Meeting Point (Mamipo)
Jl.Kediri no 4 Malang

Banyak cerita besar mengiringi peristiwa luapan lumpur Lapindo yang telah mengubur tanah dan harapan warga Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Rekaman bencana kemanusiaan dan lingkungan sejak 2006 lalu memberi inspirasi untuk dibagi kepada khalayak. Tepatnya berbagi inspirasi akan semangat dan kegigihan warga Porong untuk tetap menjalani hidup di lingkungan yang mati.

Sebanyak 26 foto pilihan oleh kurator Ahmad "Deny" Salman mewakili irisan tipis sudut pandang saya atas peristiwa besar ini. Di luar inspirasi lumpur panas, pameran ini sejatinya juga hadir dengan semangat "tumbuh bersama" penggemar fotojurnalistik di Jawa Timur. Semangat "abdi dalem" barangkali juga hadir sejak embrio pameran ini digagas bersama rekan Swan Ti.

"Mamipo ( Malang Meeting Point ) harapannya menjadi oase bagi semua orang yang punya semangat untuk berkarya dan berbagi, dalam bidang apapun". Fotografi adalah bagian dari ajang tumbuh bersama disini", tutur Swan Ti suatu hari.

Maka, terima kasih untuk semua kawan yang telah terlibat baik dalam ide, kerja dan harapan.

~mamuk ismuntoro~